Departemen Kehakiman Amerika Serikat mempertahankan kesepakatan dengan Boeing terhadap kritik dari keluarga korban kecelakaan 737 Max di Indonesia. Kesepakatan yang mencakup denda sebesar $2,5 miliar ini telah dikritik oleh keluarga korban yang merasa bahwa hukumannya tidak sebanding dengan kesalahan yang dilakukan oleh Boeing.
Pada bulan November tahun lalu, Boeing mengakui bersalah atas tuduhan penipuan terkait sertifikasi pesawat 737 Max yang menyebabkan dua kecelakaan mematikan di Indonesia dan Ethiopia. Kecelakaan tersebut menewaskan 346 orang dan membuat pesawat 737 Max dilarang terbang selama hampir dua tahun.
Meskipun Boeing telah mengakui kesalahannya, keluarga korban masih merasa bahwa denda yang dikenakan terhadap perusahaan tersebut tidak cukup sebagai hukuman. Mereka menuntut agar Boeing dihukum lebih berat dan bertanggung jawab penuh atas kesalahan yang telah dilakukan.
Namun, Departemen Kehakiman Amerika Serikat mempertahankan kesepakatan tersebut dengan alasan bahwa denda sebesar $2,5 miliar merupakan hukuman yang paling berat yang pernah dikenakan terhadap perusahaan penerbangan. Mereka juga menegaskan bahwa kesepakatan tersebut akan mencegah terjadinya kesalahan serupa di masa depan dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban.
Meskipun demikian, keluarga korban masih bertekad untuk melanjutkan perjuangan mereka dan meminta keadilan bagi para korban. Mereka berharap agar Departemen Kehakiman dan Boeing dapat mempertimbangkan ulang kesepakatan tersebut dan memberikan hukuman yang lebih berat kepada perusahaan tersebut.
Kritik terhadap kesepakatan antara Departemen Kehakiman dan Boeing menunjukkan pentingnya transparansi dan keadilan dalam penegakan hukum. Keluarga korban berhak mendapatkan keadilan dan kompensasi yang layak atas kesalahan yang telah dilakukan oleh Boeing. Semoga keputusan akhir yang diambil oleh pihak berwenang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan dari keluarga korban yang telah kehilangan orang yang mereka cintai dalam tragedi yang tidak pernah terlupakan ini.